Teori Warna Menurut Para Ahli

Marwan Setiawan
7 min readDec 12, 2020

--

Photo by Mika Baumeister on Unsplash

Seberapa sering anda melihat warna ? tahu bagaimana warna tersebut terjadi ? dan apa sih teori warna ? seberapa penting mengetahui toeri warna. Tanpa di sadari teori warna itu merupakan suatu pengetahuan umum yang sangat bermanfaat jika dipahami lebih mendalam di bidang apapun Karena warna adalah salah satu unsur benda yang sangat diapresiasi dengan baik oleh publik. Salah satu emphasis dan point of interest alami dari semua elemen benda yang akan langsung dirasakan keberadaannya. Dengan begitu manfaat dan fungsi dari mempelajarinya sendiri sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.

begitu kuatnya unsur warna sehingga dalam bidang studi seni dan desain warna dianggap distraktif. sehingga teori warna biasnya diperkenalkan belakangan. dalam Program studi seni lukis biasanya akan memperkenalkan warna setelah pelajar mempelajari berbagai unsur lain, utamanya unsur gelap-terang/value. Karena mempelajari warna terlebih dahulu biasanya akan mengurangi pemahan pelajar terhadap unsur gelap-terang.

dengan toeri warna maka proses terjadinya warna akan di ungkap disini sehingga dapat membuat perspektif baru bagi kita dalam mengapresiasi warna. Teori warna yang biasa digunakan pada studi desain dan seni rupa (color harmony, dimensi warna, dll)

Pengertian Warna

Warna merupakan spektrum spesifik yang terkandung dalam cahaya sempurna (putih). Identitas warna ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Misalnya, warna biru mempunyai panjang gelombang 460 nanometer.

Panjang gelombang warna yang masih bisa dideteksi oleh mata manusia adalah antara 780 dan 380 nanometer.

Dalam perangkat optik, warna dapat berarti sebagai penafsiran campuran tiga dasar cahaya melalui biru, merah dan hijau dikombinasikan pada komposisi terserbut. Contohnya jika Anda mencampur 0% hijau, 100% merah dan 100% biru, warna magenta diinterpresentasikan.

Berdasarkan teori newton dalam bukunya “Optics”(1704) warna adalah unsur cahaya yang dipantulkan oleh sebuah benda. Kemudian diintrepetasikan oleh mata berdasarkan cahaya yang mengenai benda tersebut, benda tersebut juga mempengaruhi warna yang dihasilkan melalui pigmennya.

Selain itu warna juga adalah pengalaman psikologis manusia. Indera manusia mampu meresepsi warna yang terdapat pada cahaya tersebut. Sadjiman Ebdi Sanyoto (2005: 9) mendefinisikan warna secara fisik dan psikologis. Warna secara fisik adalah sifat cahaya yang dipancarkan, sedangkan secara psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan.

Sudut Pandang Warna

Menurut Sanyoto “Warna dibagi menjadi dua menurut asal kejadian warna, yaitu warna additive dan subtractive” (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005: 17–19). Warna additive adalah warna yang berasal dari cahaya dan disebut spektrum. Sedangkan warna subtractive adalah warna yang berasal dari bahan dan disebut pigmen. Kejadian warna ini diperkuat dengan hasil temuan Newton (Sulasmi Darma Prawira, 1989: 26) yang mengungkapkan bahwa warna adalah fenomena alam berupa cahaya yang mengandung warna spektrum atau pelangi dan pigmen. Menurut Prawira (1989: 31), pigmen adalah pewarna yang larut dalam cairan pelarut.

Teori Warna Pra Newton

Photo by serupa.id

Pengertian warna di masa ini sebetulnya sudah tidak relevan. Namun dapat menjadi pembelajaran bagaimana pemikir di masa lalu mencoba untuk menguak misteri warna. Aristoteles berpendapat bahwa terang dan gelap bila berpadu akan menghasilkan warna. Bahkan pemikir hebat seperti Aristoteles saja terkecoh oleh gelap-terang. Lagi-lagi menjelaskan bahwa mempelajari gelap-terang sebelum warna sangatlah penting.

Teori Warna Francois D’agulion’s

Francois d’Aguilon’s (1613) mencetuskan teori percampuran warna. Dalam teorinya warna putih dan hitam adalah warna primer, merah, kuning dan biru adalah warna dengan kedudukan yang tinggi. Disini juga dapat dicermati bahwa pendapatnya mengenai hitam dan putih adalah warna masih terbelenggu oleh kebiasan gelap-terang dan warna. Hitam dan putih bukanlah warna, melainkan varian dari gelap dan terang (value).

Teori Warna Newton (1642–1727)

Pembahasan mengenai keberadaan warna secara ilmiah dimulai dari temuan Sir Isaac Newton yang dijelaskan dalam bukunya “Optics”(1704). Dia mengungkapkan bahwa warna itu terdapat dalam cahaya. Cahayalah yang menjadi sumber warna bagi setiap benda. Asumsi tersebut didasarkan pada penemuannya dalam sebuah eksperimen. Dalam sebuah ruang gelap, seberkas cahaya putih matahari disorotkan melalui lubang kecil dan menerpa sebuah prisma. Ternyata cahaya putih matahari yang tampak tidak berwarna bagi mata kita itu sebetulnya berwarna, ketika dipecahkan oleh prisma menjadi susunan cahaya berwarna yang tampak sebagai cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Susunan tersebut kemudian dikenal sebagai susunan spektrum dalam cahaya. Jika spektrum cahaya tersebut dikumpulkan dan diloloskan kembali melalui sebuah prisma, cahaya itu kembali menjadi cahaya putih. Dengan demikian, cahaya putih tersebut sesungguhnya adalah gabungan cahaya berwarna di dalam spektrum.

Spektrum warna pada prisma, Contoh eksperimen warna Newton

Berdasarkan eksperimen itu, newton menyimpulkan bahwa benda-benda sama sekali tidak berwarna tanpa ada cahaya yang menyentuhnya. Sebuah benda tampak kuning karena fotoreseptor (penangkap/penerima cahaya) pada mata manusia yang menangkap cahaya hijau yang dipantulkan oleh benda tersebut. Apel tampak merah bukan karena apel tersebut berwarna merah, tetapi karena apel tersebut hanya memantulkan cahaya merah dan menyerap warna cahaya lainnya dalam spektrum.

Lingkaran Warna Newton yang belum sempurna. Lingkaran warna yang telah disempurnakan oleh Brewster dapat dilihat disini: Perpaduan Warna Harmonis menggunakan Teori Warna & Seni

Cahaya yang dipantulkan oleh apel hanya cahaya merah, cahaya lainnya diserap. Maka warna yang tampak pada pengamat adalah merah. Benda berwarna putih karena benda tersebut memantulkan semua cahaya spektrum yang menimpanya dan tidak satupun diserapnya. Sebuah benda tampak menjadi hitam jika benda tersebut menyerap semua unsur warna cahaya dalam spektrum dan tidak satu pun dipantulkan atau benda tersebut kurang mendapatkan cahaya. Cahaya adalah satu-satunya sumber warna. Benda-benda yang tampak berwarna semuanya hanyalah pemantul, penyerap dan penerus warna-warna dalam cahaya. Maka dari itu, saat kita memberi warna pada suatu benda istilah lebih tepatnya adalah kita memanipulasi daya pantul dan daya serap dari benda tersebut melalui pigmen.

Teori Warna Young (1801) dan Helmholtz (1850)

Thomas Young adalah seorang ilmuwan berkebangsaan Inggris yang pertama kali memberi dukungan yang masuk akal terhadap pernyataan Newton tentang teori warna. Asumsi Sir Isaac Newton tentang penglihatan, cahaya dan keberadaan warna-warna benda diuji kembali. Young membenarkan beberapa asumsi- asumsi Newton, namun Young menolak pernyataan Newton yang menyatakan bahwa mata memiliki banyak reseptor untuk menerima bermacam varian warna. Tahun 1801 Thomas Young mengemukakan hipotesa bahwa mata manusia hanya memiliki tiga reseptor (penerima) cahaya, yaitu reseptor yang peka terhadap cahaya biru, merah dan hijau. Seluruh penglihatan warna didasarkan pada tiga reseptor tersebut. Sayangnya Young hampir tidak melakukan eksperimen apapun untuk membuktikan pernyataannya.

Seorang ahli optik Jerman Hermann von Helmholtz menjelaskan dan menghidupkan kembali kebenaran hipotesa Young. Hasil usaha bersama itu kemudian terkenal dengan “Teori Young-Helmholtz” atau “Teori Penglihatan Tiga Warna”. Teori tersebut juga biasa disebut “Teori Tiga Reseptor”. Melalui ketiga reseptor, kita dapat melihat semua varian warna dan membeda- bedakannya. Jika cahaya menimpa benda, maka benda tersebut akan memantulkan salah satu atau lebih cahaya yang ada di dalam spektrum. Ketika cahaya yang dipantulkan tersebut sampai ke mata, maka reseptor- reseptor pada mata akan terangsang. Bisa jadi hanya salah satunya, dua, atau ketiganya sekaligus. Jika cahaya biru sampai ke mata, maka reseptor yang peka terhadap birulah yang akan terangsang, sehingga warna yang tampak adalah biru. Jika reseptor hijau yang terangsang, maka warna hijau yang tampak, dan saat reseptor merah yang terangsang maka warna yang tampak adalah merah.

Eksperimen Warna James Clerck Maxwell (1855–1861)

Penemuan Young dan Helmholtz telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antar warna cahaya yang datang ke mata dengan warna yang diterima oleh otak. Hal itu merupakan dukungan awal terhadap asumsi Newton mengenai cahaya dan warna-warna benda. Teori Newton menyatakan bahwa benda yang tampak berwarna sebetulnya hanyalah penerima, penyerap, dan penerus warna cahaya yang ada dalam spektrum. James Clerck Maxwell membentuk srangkaian percobaan dengan menggunakan proyektor dan penapis (filter) cahaya berwarna. Tiga buah proyektor yang telah diberi filter warna yang berbeda disorotkan ke layar putih dalam ruang gelap. Penumpukkan dua atau tiga cahaya berwarna ternyata menghasilkan warna yang lain. Misalnya penumpukan cahaya hijau dan merah menghasilkan warna kuning.

Hasil experimen Maxwell menyimpulkan bahwa warna merah, hijau dan biru merupakan warna- warna primer (primary color) dalam pencampuran warna cahaya. Warna primer adalah warna- warna yang tidak dapat dihasilkan melalui pencampuran warna apapun. Sementara melalui warna- warna primer ini, semua warna lainnya dapat diciptakan. Hasil eksperimen tiga proyektor yang didemonstrasikan Maxwell dapat ditunjukan dengan gambar berikut ini:

Model Warna RGB (Aditif)

Warna Cahaya (Aditif)

Eksperimen Maxwell merupakan model yang sangat bagus untuk memudahkan pemahaman kita tentang bagaimana reseptor mata menangkap cahaya, sehingga memberikan penglihatan berwarna di otak. Namun pencampuran warna pada cahaya dan bahan pewarna (pigmen/cat) menunjukkan gejala yang berbeda. Meskipun begitu kita tetap dapat memperkirakan adanya hubungan yang terkait satu sama lain. Warna kuning dalam cahaya ternyata dapat dihasilkan dengan menambahkan warna cahaya hijau pada cahaya merah. Cara memproduksi warna cahaya baru dengan mencampurkan dua atau lebih warna cahaya disebut pencampuran warna secara aditif (penambahan). Pencampuran warna secara aditif hanya dapat dipergunakan dalam pencampuran warna cahaya, hasilnya berbeda dengan warna bahan/pigmen.

Warna Bahan (Substraktif)

Sementara itu pencampuran warna bahan/pigmen tidak mengalami gejala yang sama. Karena pada hakikatnya saat kita mewarnai benda dengan cat yang sebenarnya terjadi adalah kita sedang mengatur daya pantul dan absorsi warna pada benda tersebut. Warna tetap dihasilkan oleh cahaya yang memantul pada benda yang diberi cat. Warna merah dihasilkan dengan mencampur warna primer magenta (hue merah) dan kuning (hue hijau). Mencampurkan dua atau lebih cat warna pada sebetulnya adalah mengurangi intensitas dan jenis warna cahaya yang terpantul oleh cat tersebut. Pencampuran warna melalui bahan cat seperti ini kemudian disebut dengan pencampuran warna secara substraktif (pengurangan).

Model Warna CMYK (substraktif)

Referensi

Sanyoto, Sadjiman Ebdi. 2005. Dasar-dasar Tata Rupa & Desain. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran.

Prawira, Sulasmi Darma. 1989. Warna sebagai salah satu unsur seni & desain. Jakarta: P2LPTK.

Departement of Art, J.L. Benson, https://scholarworks.umass.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1005&context=art_jbgc

Carter, D. E. (2003). The big book of color in design. New York: HDI.

Eiseman, L. (2000). Pantone guide to communicating with color. Cincinnati:

North Light Books. Marks, T. (2009). Color harmony compendium. Beverly: Rockport Publisher.

Stone, T. L., Morioka, A., Adams, S. (2008). Color design workbook, Beverly: Rockport Publisher.

https://serupa.id/teori-warna/

--

--